Yogyakarta Kota Batik Dunia, Sultan HB X: Saatnya Pulih Usai Pandemi

Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menuturkan Yogyakarta memiliki tugas berat menjaga eksistensinya dengan predikat sebagai Kota Batik Dunia.

“Pencanangan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO pada Oktober 2009 menjadi pengakuan bernilai strategis akan eksistensi batik dan pentingnya batik bagi peradaban nusantara,” ujar Sultan HB X pada forum Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2021 di Hotel Royal Ambarrukmo, Selasa, 28 September 2021.

Sultan menuturkan menjaga eksistensi batik sama dengan menjaga sisi istimewa Yogyakarta yang selama ini turut menjadi sentra batik di Indonesia. Banyak pengrajin batik tersebar di kabupaten/kota Yogyakarta dengan mengusung ciri khas dan corak masing-masing sehingga Yogya turut menjadi singgahan utama para wisatawan yang mencintai batik.

“Yogyakarta memiliki potensi pengembangan batik oleh dukungan pengrajin yang handal, ketersediaan bahan baku, dan distribusi pemasaran,” kata Sultan. “Jadi selain bernilai estetik, batik dapat menjadi penggerak kegiatan ekonomi rakyat dengan serapan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak.”

Namun Sultan meminta predikat Yogyakarta Kota Batik dunia perlu dijaga, yaitu bagaimana segala aktivitas terkait batik, mulai dari produksi hingga pameran tak berhenti di masa sulit pandemi Covid-19 ini. “Pameran dapat membangun semangat, membangkitkan geliat dan meningkatkan citra batik Yogyakarta di masa pemulihan akibat pandemi CoViD-19 ini,” ujarnya.

Menurut Sultan, beberapa tahun terakhir ini batik kembali menarik perhatian khalayak kala batik kini tidak lagi menjadi fashion yang monoton. “Tanpa menghilangkan unsur budaya, batik kian luwes untuk dapat dipadupadankan membuat tampilan tetap fashionable,” kata dia.

Dengan pengakuan dunia atas batik itu, Sultan pun mendorong masyarakat tak sekedar bangga mengenakan batik. “Tapi juga bisa mempelajari makna filosofis dari setiap corak batik dan melestarikan corak-corak itu,” ujarnya.

Terlebih, menurut Sultan, batik sarat makna simbolis dalam penggunaannya meski saat ini batik sudah menjadi produk global seperti produk fashion lainnya. “Batik bukan lagi hanya milik para tetua yang mapan, tapi sudah bagian dari gaya hidup anak muda,” kata dia.

Permaisuri Sultan HB X yang juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional DIY Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengatakan kondisi pandemi ini justru memberikan kesempatan yang langka untuk menghelat forum JIBB itu menjadi sebuah acara yang tidak hanya digebyarkan dalam waktu satu bulan. “Namun menjadi acara yang berkesinambungan dan kontinyu selama satu tahun,” kata Hemas dalam kegiatan yang mengusung tema ‘Borderless Batik: From Heritage To Millenial Lifestyle’ itu.

Hemas menuturkan tema yang diusung ini mengandung makna bahwa seni batik di era modern idealnya dapat berkembang melintasi batasan ruang dan waktu. “Batik juga musti mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman serta teknologi terkini,” ujarnya.

Menurut Hemas, seni batik juga dapat dikembangkan secara fleksibel dalam menyikapi berbagai batasan formal sehingga seni batik dapat berkembang lebih luas dengan dinamis namun tetap bijaksana, dalam artian tanpa meninggalkan pakem dasarnya. “Seni batik tidak dapat hanya berhenti pada tradisi saja, namun harus mampu melampaui tantangan di era disrupsi seperti saat ini,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *